Jika kita perhatikan
ditempat-tempat dimana orang banyak berkumpul misalnya di taman, di terminal,
di bandara, di station kereta api dan tempat lainya, banyak orang yang
menunduk. Menunduk bukan berarti
sedang berdoa,a atau menunduk karena malu, tetapi menunduk dengan mimik wajahnya
yang berubah-ubah kadang tampak tersenyum,
sedih,cemberut, dan terkadang bisa berteriak, sambil memegang sesuatu dengan
kedua tanganya, sementara jari jemarinya menari-nari, dan sesekali mulutnya kumat kamit.
Menunduk juga banyak kita
jumpai pada anak-anak balita yang seharusnya tidak melakukanya, karena alat itu
bukan untuk mereka, tetapi karena terlalu sayangnya orang tua dengan mereka,
mungkin juga karena takut anaknya tidak gaul, takut anaknya ketinggalan jaman atau
karena anaknya menangis akhirnya orang tuapun membelikan mereka gadget. Sehingga
apa yang terjadi berikutnya? Ketika anak anak berkumpul tidak lagi main
bersama, bensedau gurau, bercengkrama, dan berbicara satu dengan lainya tetapi
mereka berkumpul dan masing-masing menunduk sambil memegang gadget di tanganya. Saking
asyiknya mereka bisa lupa segalanya, dipanggil namanya pun susah menyahut, apalagi
disuruh belajar. jika mereka kelelahan duduk, berikutnya berbaring dengan tidak lepas dari
tanganya yang namanya gadget. Apakah ini tanda-tanda lahirnya generasi nunduk?
Perkembangan teknologi komunikasi
berkembang sangat cepat sekali. Berkomunikasi tidak perlu biaya yang mahal dan waktu yang lama dengan
mendatangi untuk bertemu tetapi bisa dilakukan dengan sangat cepat sekali tidak
mengenal jarak dan waktu, saat itu ingin komunikasi maka saat itu juga lawan
bicara bisa meladeninya. Tidak hanya suara dan tulisan tetapi wajahpun bisa
tampil seakan-akan bicara berhadapan. Kirim file, foto, dan dokumen lainya
tidak pakai lama karena bisa menggunakan email ,BBM atau dengan fasilitas
lainya. Bahkan pesan tiket, kirim uang, cek nilai kurs mata uang, sampai pesan
barangpun bisa dilakukan dengan menunduk tanpa pergi jauh.
HP cangggih atau smartphone pasti
bisa internetan bukan? Ada kebaikanya tetapi ada juga yang menyalahgunakanya,
salah satu contoh ketika ujian, di dalam ruangan bisa mengirim soal kepada
seseorang yang entah dimana keberadanya kemudian mengirimkan kembali jawabanya.
Tak jarang juga dalam pertemuan atau ada rapat, mereka lebih suka menunduk
mempermainkan smartphone-nya, bahkan sampai bisa update status. Apakah ini gunanya smartphone?
Menunduknya orang dewasa
mungkin sedang cari berita yang menunjang
bisnisnya, menunduknya ibu-ibu mungkin sedang mencari resep masakan, menunduknya
mahasiswa mungkin cari artikel yang menunjang tugas kuliahnya, menunduknya
wartawan mungkin sedang menyusun berita hangat tentang Pilkada atau tentang
nilai tukar rupiah yang terus merosot atau sedang menyusun berita tentang unjuk
rasa buruh dan berita lainya. Tapi menunduknya anak balita, apa yang mereka
kerjakan? Jawabanya mudah, yaitu main game. Orang tua tentu sulit melarangnya,
namun orang tua perlu punya jurus cerdas agar game yang dimainkanya adalah yang
mendidik dan tidak berbau pornografi dan kekerasan.
Banyak anak-anak gara-gara
mengikuti perkembangan zaman biar dikatakan keren, rela maksa orang tuanya
untuk beli HP yang seperti punya kawanya, padahal penghasilan orang tuanya
paspasan bahkan ada yang dibawah
rata-rata. Akhirnya walaupun dengan berhutang, atau dengan cara kredit dikabulkan juga permintaan anaknya, gara-gara
anaknya minta dibelikan HP yang antara lain bisa BBM, Fb, Skype, line, WeChat
dan lain-lain.
Tidak jarang anak-anak bisa
berkelahi di sekolah, dan setelah diselidiki ternyata penyebabnya gara-gara
salah paham di media sosial yang dilalukanya diluar lingkungan sekolah.
Disinilah tantangan bagi pihak sekolah khususnya guru TIK (Teknologi Informasin dan Komunikasi) agar bisa memanfaatkan fasilitas yang mereka
miliki agar bisa mengambil yang
positipnya saja, ajari mereka cara berkomunikasi yang santun, ajari cara menulis
sms yang benar dengan mengirimkan terlebih dahulu kepada guru TIK-nya lalu
diberitahu kekeliruanya dalam menulis dan menyusun kata-kata. Dan perlu
disosialisasikan juga bahwa seseorang bisa dipidana gara-gara menulis di media
sosial yang tidak santun.
Kemajuan teknologi komunikasi tidak bisa kita hindari, tetapi bukan berarti
tidak bisa kita kendalikan agar yang positipnya saja yang bisa diambil,
bukankah Tuhan juga menciptakan yang halal dan juga menciptakan yang haram
tetapi kita diberi akal dan pengetauan, dengan begitu bisa membedakan mana yang
baik dan mana yang buruk, mana yang
membawa ke jalan yang benar dan mana yang menyesatkan. Ini menjadi tantangan
bagi orang-orang yang bergelut di dunia pendidikan agar bisa mengeluarkan jurus
pengendali pesatnya kemajuan teknologi terutama smartphone.
Guru jangan tutup mata dengan datangnya teknologi canggih, justru
harus mengikuti agar bisa ikut mengendalikannya. Ada FB, ada twitter, ada BBM dan
yang lainya bagaimana kalau media tersebut dipakai sebagai media pembelajaran
sehingga gadget yang mereka miliki bisa dimanfaatkan. Misalnya, di facebook
atau di BBM bikin grup mata pelajaran Agama,
matematika, IPS, IPA dan mata pelajaran lainya, kemudian beri informasi tentang
materi pelajaran yang akan dilaksanakan besok, atau mau ulangan beritahu
kisi-kisinya lewat grup tersebut atau apa saja sehingga sedikit banyak akan
mengurangi anak didik untuk membuka situs-situs yang membahayakan diri mereka sendiri
dan masa depan bangsa karena berbau pornogradi dan kekerasan, dan keharusan ini
bukan saja guru mata pelajaran TIK saja
karena bagi sekolah yang melaksanakan kurikulum 2013, mata pelajaran TIK tidak
berdiri sendiri, berarti semua guru harus terjun memanfaatkanya. Sehingga menunduknya generasi kita akan menghasilkan
sesuatu yang berarti bagi masa depan mereka sendiri, berarti buat orang tua, masyarakat dan berarti bagi kemajuan bangsa Indonesia.
Radar Banjarmasin Minggu 13 September 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar