Dunia
pendidikan kembali diterpa kabar yang tidak sedap setelah terdengar kabar
meninggalnya dua orang siswa disaat mengikuti kegiatan proses belajar mengajar
di sekolahnya.
Gabriella
Sheryl Howard, 8 tahun adalah siswa kelas III, Global Sevilla School,
Kembangan, Jakarta Barat, dikabarkan meninggal karena tenggelam di kolam renang
sekolahnya ketika mengikuti pelajaran renang ,Kamis 17 September 2015 (tempo.co
19/9/2015).
Noor Anggra Ardiansyah , 8 tahun siswa SDN Kebayoran Lama Jakarta
Selatan ,yang meninggal setelah dipukul dan ditendang oleh temannya, R, 8 tahun ketika sedang mengikuti
lomba melukis di halaman sekolahnya, Jum’at 18 September 2015 (kabar petang TV
One 19/9/2015).
Ada kesamaan dari dua kasus di atas yaitu sama-sama berusia 8 tahun dan
kejadian sama-sama di sekolah yang menerapkan disiplin yang ketat, sama-sama di
pusat Ibu kota dan sama sama pada saat mengikuti kegiatan proses belajar
mengajar di sekolahnya.
Berbagai pertanyaanpun muncul, kemana gurunya? Dimana gurunya? Dimana
kepala sekolahnya? Ditambah lagi dengan komentar-komentar pedaspun terus
mengalir di media sosial, dan sudah barang tentu komentar negatif paling banyak
ditujukan kepada lembaga pendidikan terutama guru. Bahkan ada yang dikaitkan karena gurunya ikut
demo, padahal kejadian bukan ketika guru ikut demo dan belum tentu guru di
sekolah tersebut ikut demo.
Sebagai pendidik, tentunya sangat terpukul, ikut sedih, dan ikut
berduka mendengar berita tersebut. Semoga
orang tua yang ditinggalkan anak tercintanya diberi ketabahan dan mau menerima
kenyataan bahwa kejadian ini tidak dikehendaki siapapun baik pihak sekolah
terlebih lagi orang tua. Kalau dilihat sekolah dimana kejadian tersebut terjadi
bukanlah sekolah pinggiran yang gurunya kurang, fasilitasnya kurang, tidak
punya pagar, tidak punya penjaga apalagi CCTV. Melainkan sekolah yang menurut
kabar menerapkan disiplin yang ketat baik kepada siswa mapun gurunya.
Di sekolah tersebut ada piket umum (yang bertugas mencatat siswa dan
guru yang tidak masuk) dan ada piket khusus (yang mengawasi ketika siswa
istirahat) tetapi kejadian yang tidak diinginkan masih tetap terjadi, ibarat
peribahasa sepandai-pandai tupai melompat bisa jatuh juga. Mungkin inilah yang
namanya musibah, kendati begitu sekolah harus tetap mengevaluasi dan jadikan
pembelajaran agar kejadian serupa tidak terulang dikemudian hari.
Nur Anggrah Adriansyah dan Gabriella
Sheryl Howard sudah meninggal, dan terjadi ketika mengikuti kegiatan proses
belajar mengajar disekolah. Walaupun kejadianya di sekolah, kita belum tahu penyebab pasti kematianya
apa? Dan kita berharap bukan karena kelalaian gurunya, dan untuk pastinya
biarlah pihak berwajib menuntaskan proses hukumnya. Jadikanlah kedua kejadian
tersebut bagi lembaga pendidikan, orang tua dan masyarakat sebagai pembelajaran.
1.Pembelajaran bagi pihak sekolah
Setelah
melihat kejadian ini sebaiknya semua sekolah baik di SD, SMP dan SMA agar Kepala Sekolah, guru dan komite sekolah duduk
bersama untuk mengevaluasi kegiatan proses belajar mengajar di sekolahnya agar
tidak menimbulkan masalah yang merugikan siswa apalagi sampai meninggal karena
selama siswa di sekolah tanggungjawab ada
di pihak sekolah.
Tugas guru
bukan hanya mengajar tetapi juga mendidik seperti yang tercantum dalam PP 74 2008
BAB I Pasal 1, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah. Diperkuat lagi dengan Permendiknas No 15 Tahun 2010 disebutkan bahwa setiap guru tetap bekerja 37,5
jam per minggu di satuan pendidikan, termasuk merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing
atau melatih peserta didik, dan melaksanakan tugas tambahan.
Guru hasus
lebih waspada karena selama ini beranggapan kejadian bisa terjadi ketika guru
tidak mengajar karena izin atau sakit atau tanpa keterangan, sehingga jam menjadi
kosong, tetapi ini justru terjadi ketika
proses belajar mengajar dan gurunya berada tidak jauh dari mereka seperti yang
terjadi pada Gabriella Sheryl Howard. Demikian juga yang terjadi dengan Noor Anggra Adriansyah itupun terjadi pada saat proses
belajar mengajar dengan menggunakan metode karya wisata. Anak tersebut dipukul
kemudian jatuh ke lantai sebagai akibat di olok-olok yang mungkin sudah
berkali-kali dan akhirnya sampai pada batas kesabaranya kemudian amarahnya
meledak dan terjadilah pemukulan tersebut.
Ada
kebiasaan siswa SD yaitu saling mengejek. Jadi guru harus tahu siapa anak yang
suka mengejek anak lain. Menurut Sani Hermawan (psikolog) dalam dialog di TV
One 19/9/2015: “bahwa setiap anak memiliki tombol hot bottom yang kalau dipencet,
emosi anak akan naik sehingga akan keluar energi yang sangat besar dan sulit
untuk dikendalikan, bahkan hal ini bisa terjadi pada anak usia 8 tahun. Ketika
emosi meledak rasio atau logika tidak berfungsi sehingga energi yang keluar menjadi tidak terkontrol
karena mungkin sudah beberapa kali di ejek”.
Permasalahan
seperti itu tentunya bisa diantisipasi oleh pihak pendidik dengan menampung dan
menyelesaikan setiap pengaduan dengan merahasiakan identitas pengadu. Karena
terkadang tidak semua anak berani melapor gurunya karena mungkin ada yang
mengancam jika dia berani melapor.
Anak yang
agresif cendrung untuk melakukan tindakan kekerasan. Anak yang diam yang sulit berbicara atau
sulit mengekpresikan perasaanya itu juga bisa bertindak agresif ketika amarahnya
meledak. Tindakan prepentifnya adalah dengan anak dilatih untuk keterampilan
sosialnya dengan sering berdiskusi dalam proses belajar mengajarnya.
2.Pembelajaran bagi orang tua
Berdasarkan
data dari komnas perlindungan anak
pelaku kekerasan yang dilakukan oleh
anak meningkat dari 10% ke 20% direntang usis 6 tahun s.d 14 tahun untuk tahun
2015. Orang tua harus sadar harus berbenah diri, anak dilatih untuk kepekaan
sosialnya. Kepribadian anak ditentukan ole faktor internal dan faktor
eksternal, internal memang kecendrungan agresif atau hiper aktif. Kemudian
faktor eksternal yaitu apa juga yang diterima dari lingkungan sebagai akibat
sering melihat kekerasan yang bisa menjadi
inspirasi untuk akhirnya melakukan suatu penyelesaian masalah, bisa dari
tontonan film , atau tontonan lawakan yang akhir-akhir ini isinya banyak saling
ledek antara pelawak satu dengan yang lainya dan ini juga menjadi inspirasi
untuk meledek temanya, atau bisa juga di dapat dari game. Hindarkan anak dengan
tontonan kekerasan dan lawakan yang saling ejek mengejek dan game yang berbau
kekerasan.
Dengan
kita bekerja sama antara penyelenggara pendidikan, orang tua dan masyarakat
semoga kasus meninggalnya siswa di sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang
aman tidak akan terjadi baik di Jakarta maupun ditempat lain di seluruh
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar