Seorang
anak perempuan yang masih duduk di bangku SMP kembali menjadi korban kekerasan
teman dekatnya. Fricilia Dina 15 tahun siswa kelas IX SMP Negeri 51 Bandung
kembali menjadi korban pembunuhan yang dilakukan oleh temanya yang berinisial SF,
13 tahun, senin sore, 31 Agustus 2015 di pematang sawah, jalan Inpeksi
Cidurian, Riung Bandung (Tempo.co 2/9/15).
Kejadian
tersebut membuat kita prihatin, turut berduka dan sekaligus terkejut, karena pembunuhan
dilakukan oleh anak usia 13 tahun dan merupakan orang terdekat. Mengenai apa
motipnya masih dalam penyidikan pihak yang berwajib walaupun terdengar
berita”karena asmara”.
Tidak
mungkin ada asap tanpa ada api, anak seusia belasan adalah usia anak yang
sedang mencari jati diri dan emosinya masih labil, mereka bisa berubah secara
tiba-tiba terlebih jika sedang menghadapi problema, disinilah peran orang tua
khususnya ibu sangat dibutuhkan agar bisa meringankan sekaligus memberikan
solusi dengan problem yang sedang mereka hadapi. Jangan sampai menyampaikan
problemanya kepada orang lain yang mungkin bisa menjerumuskanya.
Masih
segar dalam ingatan kita kasus “Angelina”
yang banyak menarik perhatian banyak kalangan, termasuk men.PAN RB Yuddy
Crisnandi dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindung Anak Yohana Yembise yang sempat mengunjungi rumah korban, di Jl Sedap Malam No 26, Sanur, Denpasar, Bali
.
Angeline 8 tahun, siswa kelas II Sekolah
Dasar 12 Sanur Bali, merupakan anak angkat Margriet Mendawa
yang bersuamikan orang kulit putih. Dia hilang sejak 16 Mei, karena kasus ini
menjadi isu nasional, polisi Bali tak surut mencari Angeline. Hingga akhirnya
polisi berhasil menemukan jasad Angeline terkubur di dekat kandang ayam di
bawah tumpukan sampah di pekarangan rumahnya. Di kuburannya yang hanya setengah
meter, dan Saat ditemukan, jasad gadis kecil
yang cantik itu sedang memeluk boneka kecil dan terbungkus bed cover (beritakaltim.com 10/6/2015). Kasus keji meninggalnya Angelina
diduga dilakukan oleh orang terdekatnya.
Kasus Fricilia
Dina, tidak seheboh kasus anggelina, namun ada kesamaannya yaitu pertama pelakunya adalah “orang terdekat”, dan yang
kedua melibatkan dunia pendidikan karena keduanya sama-sama masih duduk di
bangku sekolah. Kalau sudah membawa nama sekolah tentunya guru akan terbawa
juga, tetapi akankah urusan pendidikan sepenuhnya diserahkan kepada guru saja?
orang tua anak, ketika anak ada di sekolah adalah gurunya. Tetapi
berapa jamkah anak ada di sekolah? Lebih banyak dimana anak berada? Tentunya
anak lebih banyak di rumah atau di masyarakat. Maka dari itu, janganlah
diserahkan sepenuhnya masalah pendidikan itu kepada guru di sekolah, sampai
sampai permasalahan yang terjadi di luar lingkungan sekolah, sekolahpun ikut dibawa-bawa
bahkan terkadang ikut disalahkan. Walaupun tidak mungkin juga guru akan
berpangku tangan, tutup mata, dan tidak
mau membantu problem anak walau itu terjadi diluar lingkungan.
Perubahan sikap seorang anak harus selalu dipantau baik oleh guru
di sekolah ataupun orang tua bahkan masyarakat juga harus turut mengawasinya, jangan
sampai problem dibalik kemurungan seorang anak akhirnya berujung kematian. Oleh
sebab itu, berharap agar orang tua lebih memperhatikan kondisi psikologis anak
dengan cara lebih banyak meluangkan waktu berkumpul bersama keluarga. “Benteng
terkuat adalah keluarga. Karena itu, biasakan sensitif dan observasi.
Jangan-jangan di balik kemurungan anak kita ternyata ada problem yang harus kita
pahami. Orang tua selalu disibukan oleh kegiatan rutin kerja kerja dan kerja.
Dan karena sibuknya ketika pihak sekolah memanggil, yang hadir bukan orang
tuanya tetapi saudaranya atau hanya orang kepercayaanya saja. Bukankah anak
adalah harta yang ditiipkan Tuhan yang tak ternilai harganya.
Pendidikan
adalah tanggungjawab bersama antara orangtua, masyarakat dan pemerintah hal ini
dituliskan dalam UU No 20 Taun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Dalam
ayat 2 pasal 7 bahwa “Orang tua dari
anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada
anaknya”dan dalam pasal 9 bahwa
“Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam
penyelenggaraan pendidikan”.
Mengenai tanggung jawab pendidikan anak terdapat
perkataan yang berharga dari imam Abu al-Hamid al-Ghazali rahimahullah.
Beliau berkata, “perlu diketahui bahwa metode untuk melatih/mendidik anak-anak
termasuk urusan yang paling penting dan harus mendapat prioritas yang lebih
dari urusan yang lainnya. Anak merupakan amanat di tangan kedua orang tuanya
dan qalbunya yang masih bersih merupakan permata yang sangat berharga dan murni
yang belum dibentuk dan diukir. Dia menerima apa pun yang diukirkan padanya dan
menyerap apa pun yang ditanamkan padanya. Jika dia dibiasakan dan dididik untuk
melakukan kebaikan, niscaya dia akan tumbuh menjadi baik dan menjadi orang yang
bahagia di dunia dan akhirat. Dan setiap orang yang mendidiknya, baik itu orang
tua maupun para pendidiknya yang lain akan turut memperoleh pahala sebagaimana
sang anak memperoleh pahala atas amalan kebaikan yang dilakukannya. Sebaliknya,
jika dibiasakan dengan keburukan serta ditelantarkan seperti hewan ternak,
niscaya dia akan menjadi orang yang celaka dan binasa serta dosa yang
diperbuatnya turut ditanggung oleh orang-orang yang berkewajiban
mendidiknya” (Ihya Ulum al-Din 3/72).
Akhirnya,
penulis berharap kejadian serupa baik yang menimpa Fricilia Dina maupun
Angelina dan anak-anak lainya tidak kembali terulang, oleh sebab itu, kita yang
punya tanggung jawab terhadap pendidikan yaitu orang tua, masyarakat dan
pemerintah harus bersama-sama membantu menyelesaikan problema kemurungan anak
agar tidak berakibat fatal, terlebih lagi orang tua harus lebih memperhatikan
kondisi psikologis anak dengan cara lebih banyak meluangkan waktu berkumpul
bersama keluarga. “Benteng terkuat adalah keluarga. Karena itu, biasakan
sensitif dan observasi. Jangan-jangan di balik kemurungan anak kita ternyata
ada problem yang harus kita pahami. Kita
khawatir kasus penganiayaan beujung pembunuan yang dilakukan oleh orang-orang
terdekat lerlebih lagi oleh siswa usia sekolah ini merupakan fenomena gunung es
yang harus segera diungkap, agar tidak menular kepada yang lainya.
diterbitkab di Opini Banjarmasin Post, Jum.at 4 September 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar